Jumat, 05 Februari 2010

Konsep Gagasan Kongres Kebudayaan Minangkabau Mei 2010




Oleh : Mochtar Naim,
Wakil Ketua Tim
Penggagas Kongres Kebudayaan Minangkabau
Pengurus Gebu Minang Pusat

Gagasan

I

INDONESIA sebagai negara kepulauan terbesar di dunia ini, dengan 17 ribuan pulau-pulau besar-kecil, yang terletak di persimpangan jalan yang menghubungkan dua benua dan dua lautan besar, dengan penduduk mendekati 250 juta, dan tergolong ke dalam negara dan masyarakatnya yang multi-etnik dan multi-budaya, ke depan, diprediksikan akan menjadi salah satu dari negara terbesar dan termaju di Asia ini, menyusul Cina dan India.

Prediksi ini tentu saja dilandaskan kepada asumsi bahwa di samping SDAnya yang memang adalah termasuk negara terkaya di gugusan khatul-istiwa ini, juga karena adanya perubahan paradigma cara berfikir dan sikap hidup dari rakyat dan masyarakatnya untuk bekerja keras dalam mengejar segala ketinggalan untuk setara dengan masyarakat dan bangsa lain-lainnya di dunia ini, dan dengan tekad: ‘Jadi tuan di rumah sendiri!’ Perubahan paradigmatik dimaksud adalah dengan mempersiapkan SDMnya yang andal dan kompetitif di samping SDB (Sumber Daya Budaya)nya yang juga andal dan memiliki dasar-dasar yang kokoh dan kuat serta mampu dalam menjawab tantangan masa depan itu.

Tantangan masa depan ini, bagaimanapun, mau tak mau juga harus dijawab oleh suku-bangsa Minangkabau yang kampung halaman utamanya berada di ranah Minang di Sumatera Barat, dan yang rakyatnya juga bertebaran ke mana-mana dalam semangat merantau di Nusantara ini. Rakyat dan masyarakat Minangkabau, sejarah mencatat, telah banyak memberikan kontribusi pemikiran dan tenaga juang terhadap berhimpunnya suku-suku bangsa di Indonesia ini dalam satu wadah kesatuan, yang kemudian seusai Perang Dunia Kedua, pada tanggal 17 Agustus 1945, menjelma menjadi sebuah negara baru di Asia Tenggara ini: Negara Republik Indonesia, yang diperjuangkan dengan darah dan nyawa. Cita dan cita-cita dari NRI ini dituangkan dalam bait-bait Pancasila yang termaktub dalam Mukaddimah UUD RI 1945 dan yang sekaligus jadi landasan dari UUD RI 1945, sebagai patokan dan pedoman hidup dari kita bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara.

II

Kecenderungan selama penggal kedua dari kelahiran Republik ini, yaitu setelah peristiwa PRRI di tahun 1958, setengah abad ke mari ini, bagaimanapun, memperlihatkan tanda-tanda penurunan citra dan prestasi di hampir semua bidang kehidupan, di samping kekurangan stamina dan daya juang dalam mengharungi kehidupan ini yang makin kompetitif dan makin kompleks. Pembekalan budaya dan reorientasi hidup, karenanya, sangat sekali diperlukan bagi generasi sekarang dan akan datang dalam meretas dan merebut peluang ke masa depan itu.

Dalam menjawab tantangan ke depan di Abad ke 21 M/Abad ke 15 H dst ini, orang Minang tentu saja tidak ingin dilupakan dan lenyap dari permukaan bumi ini karena kekurangan stamina dan daya juang, karena kalah dalam perlombaan dan persaingan, baik secara internal dengan suku-suku bangsa lainnya di tanah air ini, maupun dan terutama dengan suku-suku bangsa yang datang dari luar, yang kendati jumlahnya secara statistik kependudukan sedikit tetapi mendominasi kekuatan ekonomi dan perdagangan serta industri di bumi Nusantara ini.

Tegasnya, orang Minang harus bangkit kembali dengan stamina baru, semangat juang baru dan orientasi baru dalam menjawab tantangan ke masa depan itu, demi kejayaan dan kesatuan bangsa di tanah air Indonesia ini, dan demi perbaikan diri dalam memberikan kontribusi yang optimal bagi pembangunan kampung halaman dan bagi negara secara keseluruhan.

III

Untuk mengikrarkan bangkitnya kembali stamina dan semangat juang bagi kesatuan dan kejayaan bangsa inilah orang Minang, di kampung dan di rantau, mengadakan sebuah Kongres Kebudayaan Minangkabau, bulan Mei tahun 2010, bertempat di Kampus Sekolah INS Mohd Syafei, Kayu Tanam.

Dalam Kongres Kebudayaan Minangkabau tersebut akan diikrarkan kembali bahwa rakyat dan masyarakat Minangkabau, baik yang di kampung maupun yang bertebaran di rantau di manapun di kawasan Nusantara ini, bahkan di luar negeri sekalipun, bahwa mereka adalah bahagian yang integral dan tak terpisahkan dari Indonesia dan rakyat Indonesia secara keseluruhan, dan berjuang bersama-sama dengan rakyat dan suku-suku bangsa lainnya di Indonesia bagi kemakmuran dan kejayaan bangsa.

Dalam Kongres Kebudayaan Minangkabau itu juga akan diikrarkan kembali landasan kehidupan yang terbuhul dalam ungkapan filosofis: “Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah (ABS-SBK)” yang kebetulan juga jadi landasan hidup bersama bagi suku-suku Melayu lainnya di manapun di Nusantara ini.

Dengan ungkapan filosofis itu dimaksud bahwa rakyat dan masyarakat Minangkabau memakaikan adatnya dengan bersendikan syarak (Islam); dengan konsekuensi: adat yang sejalan dengan Islam (adat Islamiyah), dipakai, adat yang tidak sejalan dengan Islam (adat jahiliyah), dibuang. Sebagai kesimpulan logisnya adalah, bahwa rakyat dan masyarakat Minangkabau adalah rakyat dan masyarakat yang beradat Minangkabau dan beragama Islam. Jika terjadi kontradiksi antara ajaran adat dan ajaran agama Islam maka yang dimenangkan adalah Islam, dan rakyat dan masyarakat Minangkabau menjadikan Al Qur’an Kitabullah sebagai pedoman hidup dan rujukan utama mereka dalam mengharungi kehidupan ini.

Secara implisit ini juga berarti, sesuai dengan ajaran adat dan agama itu sendiri, rakyat dan masyarakat Minangkabau menerima semua yang baik dari manapun datangnya, dan menolak yang buruk dari manapun pula datangnya. Sebagai konsekuensinya juga adalah bahwa mereka adalah orang Minang, yang sekaligus adalah orang Indonesia dan tidak kurangnya adalah juga warga dunia. Inipun sejalan dengan prinsip budaya Minang itu sendiri: “Alamnya, jika dibalun sebalun kuku, jika dikembang selebar alam. Alam terkembang jadikan guru.”

IV

Dalam Kongres Kebudayaan Minangkabau itupun akan dijabarkan dan disepakati langkah-langkah ke depan dalam berbagai bidang kehidupan yang basisnya ada di Nagari, tetapi yang secara struktural-institus
ional-fungsional juga berjenjang naik secara terkoordinasi sampai ke tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi, di Sumatera Barat, bersebelahan dan begandengan tangan dengan struktur dan sistem pemerintahan formal sebagai bahagian yang integral dan tak terpisahkan dari NKRI.

Dengan demikian, di samping pemerintahan formal di ketiga bidang kegiatan: eksekutif, legislatif dan yudikatif, yang berjenjang naik dari Nagari, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi, sebagai bahagian yang integral dari NKRI, juga diciptakan Lembaga Adat dan Syarak (LAS), sebagai pengejawantahan dari landasan hidup ABS-SBK, untuk diterapkan di berbagai bidang kehidupan secara integral, terkoordinasi dan terprogram dari waktu ke waktu secara berjangka-jangka.

Selama ini, baik di Nagari maupun di tingkat yang lebih tinggi lagi, semua berjalan seperti sendiri-sendiri. Adatnya sendiri, di bawah kendali ninik mamak, syaraknya sendiri, di bawah arahan alim ulama, masalah-masalah sosial-ekonomi, pendidikan dan kemasyarakatan lainnya juga jalan sendiri-sendiri, di bawah arahan cerdik-pandai dan komando para pejabat, sementara wanita serta pemudanya juga jalan sendiri-sendiri, di bawah Bundo Kanduang, organisasi pemuda, dsb, tanpa semua itu ada lembaga yang mengkoordinasikan dan mengintegrasikannya dalam satu sistem yang saling terkait dan terpadu.

Karena filosofi ABS-SBK dasarnya tidak hanya “adat” tetapi “adat yang bersendi syarak, dan syarak bersendi Kitabullah,” maka, berbeda dengan KAN (Kerapatan Adat Nagari) yang ada selama ini di setiap Nagari, LAS merangkum adat itu dalam konteks ABS-SBK, yang konsekuensinya, LAS adalah lembaga pengganti KAN yang tidak hanya berorientasi lokal dan nasional tetapi juga sekaligus global dan universal, dengan menempatkan Kitabullah Al Quran sebagai rujukan dan pedoman penentu secara final dan kaffah di setiap sisi dan segi kehidupan.

Lembaga Adat dan Syarak (LAS), berbeda dengan KAN (Kerapatan Adat Nagari) selama ini, basisnya ada di Nagari dan di semua Nagari di Sumatera Barat, tetapi, karena permasalahan kehidupan dalam artian moderen sekarang ini juga saling kait mengait antara satu sama lain, dan berangkai dari tingkat yang terendah ke tingkat yang tertinggi, maka LAS ini secara struktural-fungsional dan hirarkis juga ada di tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi, sesuai dengan jalur pemerintahan formal yang ada sekarang.

LAS sifatnya adalah lembaga musyawarah yang memusyawarahkan hal-hal yang terkait dengan berbagai bidang kehidupan di Nagari dan secara koordinatif-integratif di tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi. LAS pada dirinya adalah lembaga non-formal berdampingan dan bekerjasama bahu-membahu dengan pemerintahan formal, di bidang ekesekutif, legislatif maupun yudikatif, dari Nagari ke Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi.

LAS, karenanya, adalah wadah non-formal kerakyatan pendamping dari pemerintahan formal di tingkat Nagari, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi, yang merupakan perwujudan dari kekuatan rakyat (people power) dalam mendukung kekuatan negara. LAS memusyawarahkan dan merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan tugas-tugas kemasyarakatan di berbagai bidang kehidupan (ekonomi, politik, keamanan, agama, pendidikan, kebudayaan, dan kemasyarakatan lainnya) dalam rangka membantu pemerintah dan mempercepat kemajuan di berbagai bidang kehidupan itu, dengan menjiwainya dengan semangat ABS-SBK.

Dalam perealisasiannya, sebagai konsekuensi logis dari diintegrasikannya aspek-aspek kehidupan adat, agama (syarak) dan segi-segi sosial, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dlsb, yang terpilih dan duduk dalam LAS adalah wakil-wakil dari unsur-unsur “tungku nan tigo sajarangan, tali nan tigo sapilin,” yaitu unsur-unsur ninik-mamak, alim ulama dan cerdik pandai, ditambah dengan unsur-unsur bundo kanduang dan pemuda. Sementara, lembaga-lembaga profesional di berbagai bidang kehidupan itu (seperti LKAAM, MTKAAM, MUI, Bundo Kanduang, LSM-LSM, ormas-ormas, partai-partai politik, dsb) memiliki hak hidup di tengah-tengah masyarakat sebagai perwujudan dari cita demokrasi dan HAM.

LAS di Nagari, yang masa kerjanya sejalan dengan masa kerja pimpinan pemerintahan formal, pada gilirannya, juga memilih dan/atau menunjuk wakil-wakilnya untuk duduk di LAS tingkat Kecamatan; dan demikian, secara bertingkat dan berkesinambungan, di Kabupaten dan Provinsi.

V

Kongres Minangkabau di tingkat Provinsi, yang mencakup “Alam Minangkabau,” yakni perpaduan antara kampung dan rantau, diadakan setiap 5 tahun sekali untuk melakukan evaluasi terhadap progres dan kendala serta proyeksi dan perencanaan ke masa depan dalam jangka menengah dan panjang. Bobot dari permasalahan yang dibawakan ke musyawarah Kongres dibahas dan dipersiapkan serta dirumuskan pada rapat-rapat pra-kongres, sementara Kongres mereviu, merumuskan dan memutuskannya secara integral-menyeluruh. Keputusan Kongres itulah yang akan menjadi pegangan dan pedoman kerja untuk 5 dan 20 tahun ke depan.

Basis dari ruang lingkup permasalahan yang menjadi tugas pokok dari LAS tetap ada di Nagari yang fungsinya dapat dijabarkan ke dalam empat peran utama dari Nagari: satu, Nagari sebagai unit kesatuan administratif pemerintahan; dua, Nagari sebagai unit kesatuan keamanan dan pengamanan; tiga, Nagari sebagai unit kesatuan ekonomi; dan empat, Nagari sebagai unit kesatuan adat dan sosial-budaya. Adalah tugas LAS, dengan bekerjasama dengan pemerintahan Nagari dan bertingkat sampai ke Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi, memberi bobot dan isi pada setiap sektor dan aspek pembangunan yang sifatnya saling terkait dan terintegrasi.

Pada aspek: “Nagari sebagai unit kesatuan administratif pemerintahan terendah dalam konteks NKRI,” LAS selaku kekuatan rakyat (people power) memastikan bahwa roda dan mekanisme pemerintahan di Nagari berjalan secara efisien, efektif dan produktif, dan yang sifatnya mengayomi dan menfasilitasi. Pada aspek: “Nagari sebagai unit kesatuan keamanan dan pengamanan,” LAS memastikan bahwa keamanan di Nagari terjaga dengan baik, dengan menghidupkan kembali lembaga “Dubalang” yang menjadi tangan kanan Wali Nagari dan pemerintahan Nagari dalam hal keamanan dan pengamanan, dan menfungsikan para pemuda (pria dan wanita) sebagai “Parik Paga” Nagari di bawah komando Dubalang.

Pada aspek: “Nagari sebagai unit kesatuan ekonomi,” LAS bersama dengan pemerintahan Nagari menfungsikan Nagari sebagai badan hukum yang berkiprah di berbagai bidang kegiatan ekonomi dengan menggali dan memanfaatkan potensi ekonomi dari Nagari dan anak nagari. LAS, karenanya, memastikan bahwa di samping kegiatan ekonomi yang sifatnya perseorangan dari setiap anak nagari, juga dibina sistem ekonomi bersama dengan prinsip manajemen moderen yang sifatnya koperasi syariah dan menjalin kerjasama dengan Bank Nagari dan bank-bank pemerintah lainnya sebagai pemasok modal dan mitra usaha.

Dan pada aspek: “Nagari sebagai unit kesatuan adat dan sosial-budaya,” LAS memastikan bahwa filosofi ABS-SBK berjalan dan menjiwai segenap sisi dan aspek kehidupan yang sekaligus juga menggerakkan dan mendinamisasi sisi-sisi dan aspek-aspek kehidupan itu dalam mencapai tingkat kesejahteraan lahir dan batin yang makin tinggi di bawah naungan dan ridha Allah.

Melalui upaya yang sifatnya sistemik, terorganisasi, terarah, dan terkoordinasi dengan baik dan efektif, kita semua mengharapkan bahwa kita rakyat dan suku-bangsa Minangkabau dalam wadah NKRI bersama maju ke depan dalam era kebangkitan bangsa di belahan dunia ini.

Dengan memberdayakan filosofi hidup ABS-SBK yang juga terintegrasi dengan ketentuan-ketentuan hukum formal yang berlaku di ranah Minang sebagai bahagian yang integral dan tak terpisahkan dari Republik Indonesia yang kita bangun bersama dengan darah dan nyawa ini, kita menantang ke masa depan yang lebih baik dan lebih menjanjikan, di mana penduduk asli pribumi menjadi tuan di rumahnya sendiri. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar